Thought Leadership di LinkedIn, Bagaimana Strateginya?

By Rinaldy Sofwan Fakhrana |

15 June 2021

thought leadership

LinkedIn dinilai sebagai platform yang paling tepat untuk berbagi digital content bagi brand yang menjalankan B2B. Dan di LinkedIn, salah satu bentuk konten yang perlu Anda pertimbangkan dengan matang untuk melaksanakan pemasaran adalah konten thought leadership. Apa itu? Lalu, strategi seperti apa yang perlu diterapkan?

Tahukah Anda kalau LinkedIn jadi pilihan social media marketing utama untuk 92% marketers yang bergerak di bidang B2B? Ini wajar saja karena ternyata Fortune 100 brands yang menggunakan LinkedIn sejak 2015 mengalami peningkatan lebih dari 68 juta followers dalam kurun waktu empat tahun hingga Q2 2019 lalu. 

Menurut kami pun, LinkedIn memang efektif buat B2B karena bisa meningkatkan awareness pada audiens yang tepat, sekaligus menambah dan meningkatkan kualitas leads. Sebelumnya kami sudah kupas tuntas alasan LinkedIn jadi pilihan yang tepat untuk B2B. Kalau mau tahu lebih banyak, feel free buat buka di tab baru sebelum lanjut baca artikel ini ya!

Apa dan Kenapa Thought Leadership

Lalu kenapa konten yang bersifat thought leadership cocok banget di platform yang satu ini? Penelitian yang dilakukan Edelmen dan LinkedIn terkait hal ini menunjukkan kalau decision makers senior rela bayar premium untuk bekerja sama dengan perusahaan yang mengungkapkan visinya melalui thought leadership. Dan seperti yang kami jelaskan di artikel sebelumnya (tautan di paragraf ketiga), saat berada di LinkedIn, audiens berada dalam “business mindset” sehingga akan lebih tertarik mengkonsumsi konten semacam ini.

Kombinasi yang pas banget kan untuk bikin konten ini jadi makin efektif? Kalau diibaratkan, membuat konten thought leadership di LinkedIn ini seperti memancing dengan umpan yang tepat di kolam ikan-ikan yang kelaparan. Dengan umpan seadanya saja, kait Anda kemungkinan akan dimakan--apalagi kalau Anda memberikan umpan yang memang sesuai dengan selera ikan-ikan tersebut. 

Nah, sebelum terlalu jauh membayangkan santainya mancing di akhir pekan ini, lebih baik kita refresh ingatan dulu sekaligus membantu Anda yang belum familiar dengan istilah ini: apa sih yang dimaksud dengan konten thought leadership

Sebenarnya, bicara tentang konten thought leadership itu bukan bicara soal tipe tapi lebih ke pendekatan dalam membuat konten. Membuat konten thought leadership berarti memproduksi konten yang tujuannya untuk establishing your brand’s relationship dengan audiens. Misalnya, kalau Anda ingin brand Anda dipandang sebagai perusahaan terdepan di industri, maka buatlah konten yang menunjukkan keahlian dan results pekerjaan Anda. Kalau Anda ingin brand Anda dipandang sebagai sumber insight yang reliable, bagikanlah wawasan yang enggak mungkin dilewatkan oleh audiens. 

Nah, yang jadi kuncinya di sini adalah kata leadership itu sendiri. Konten thought leadership enggak bisa meniru apa yang sudah dibuat oleh orang lain. Bukan berarti idenya harus sepenuhnya original, tetapi konten Anda harus autentik berasal dari buah pemikiran sendiri. Kalau mengikuti pemikiran orang lain, artinya Anda enggak leading dong? Dan kita di sini bukan mau bikin konten “thoughtfollowership.” 

Intinya, konten thought leadership harus berasal dari sudut pandang, pengalaman, atau keahlian unik milik Anda sendiri. Contohnya, kalau perusahaan Anda meyakini bahwa kerja itu enggak harus di kantor nine to five, dan Anda punya alasan kuat yang mendukung keyakinan itu, Anda bisa banget buat itu jadi konten thought leadership karena toh kebanyakan perusahaan meyakini sebaliknya. Contoh lainnya lagi, Anda juga bisa berbagi pengalaman keberhasilan menghadapi situasi yang umum terjadi dengan cara dan keahlian milik Anda sendiri. Apapun, yang penting autentik. 

Menerapkan Thought Leadership di LinkedIn

Oke, kita sudah on the same page tentang konten seperti apa yang dimaksud, tetapi bagaimana cara menerapkannya di LinkedIn? Strategi apa yang harus diimplementasikan? Jawabannya baru-baru ini datang dari platform media sosial bisnis itu sendiri:

LinkedIn belum lama ini mengunggah panduan pendekatan efektif menggunakan thought leadership untuk meningkatkan influence dan membangun brand relationship.  Dibuat dalam bentuk roda atau flywheel bersama Edelman, panduan ini bertujuan menjelaskan bagaimana thought leadership approach bisa memberikan keuntungan strategis untuk brands.

thought leadership content

Roda panduan thought leadership dari LinkedIn

Seperti yang bisa Anda lihat dalam gambar di atas, ada enam aspek dari roda panduan yang dibuat LinkedIn dan Edelman: White Space, Relevance, Vision, Trust, Brevity, Attribution, dan kembali ke atas. Dengan memfokuskan konten Anda pada enam aspek ini, harapannya Anda bisa lebih efektif menjangkau decision makers tingkat atas seperti yang kita bahas sebelumnya. 

1. White Space

Dimulai dari White Space. Buat yang belum familier dengan istilah ini, by definition, white space adalah “tempat” di mana kebutuhan belum terjawab dan menciptakan peluang buat inovasi. Dan sesuai dengan penjelasan itu, LinkedIn menyarankan marketers dan bisnis untuk membahas topik atau sudut pandang yang belum banyak dibahas pihak lain. 

Contohnya adalah dengan membagikan sudut pandang “nyeleneh” seperti contoh bekerja nine to five dari kantor seperti yang kami jelaskan di atas. Selain itu, LinkedIn juga menyarankan untuk menggunakan teknik storytelling yang bold dan imajinatif. Kalau ingin tahu lebih banyak tentang hal ini, silakan baca artikel kami sebelumnya tentang storytelling ya!

Menurut LinkedIn, konten yang berbeda dari narasi umum ini akan jadi “indispensable.” Nah, catatan dari kami, walau berbeda, konten Anda tentu tetap harus relevan dengan brand dan berasal dari buah pemikiran sendiri. Ingat poin autentik yang kita sudah sama-sama bahas sebelumnya.

2. Relevance

Sementara untuk aspek Relevance sebenarnya Anda pun mungkin sudah terapkan sehari-hari. Konten yang dibuat harus bisa menjawab kebutuhan konsumen agar relevan dan dikonsumsi. Dalam kasus thought leadership, ini berarti konten yang Anda buat mesti sangat terfokus dan ditujukan spesifik buat audiens tertentu, seperti satu industri yang jadi target utama, orang-orang di bagian pengadaan, atau beberapa perusahaan yang disasar. 

LinkedIn menyarankan tim produksi konten untuk duduk bareng dengan tim penjualan dan manajer hubungan konsumen sebelum mulai bekerja. Dengan begitu, konten yang dibuat akan dibentuk berdasarkan insights yang autentik dan actionable. Singkatnya, usahakan untuk membuat konten yang spesifik alih-alih general. 

3. Vision

Kemudian, Anda juga disarankan buat mengaitkan tantangan bisnis dengan apa yang menjadi penyebabnya. Dengan begitu, konten Anda membantu audiens untuk mendapatkan gambaran luas tentang tren saat ini dan apa yang akan datang ke depannya. Konten visioner seperti ini membantu business leaders buat mengantisipasi ekspektasi konsumennya masing-masing dan bersaing di pasar.

Karena itu, konten thought leadership seperti ini dihargai oleh pemangku kepentingan senior dan bisa menginspirasi hingga memicu demand. Best practice-nya menurut LinkedIn: jangan cuma jelaskan apa yang terjadi di industri Anda, tetapi mengapa hal itu bisa terjadi.  Kami pun setuju karena hal itu bisa menunjukkan otoritas dan seberapa capable bisnis Anda menghadapi tantangan.

4. Trust

Ingat contoh kami sebelumnya tentang jadi sumber insights yang reliable? Ternyata LinkedIn pun menyarankan Anda untuk memposisikan bisnis sebagai go-to source. Menurut penelitian, konsumen saat ini lebih percaya pada bisnis ketimbang organisasi non-profit, pemerintah, atau bahkan media. Nah, ini jadi kesempatan buat brands untuk memperkuat trust lewat konten thought leadership

LinkedIn menyarankan Anda untuk “memanusiakan” konten yang Anda buat dengan memberikan wajah-wajah yang mewakili perusahaan Anda, baik itu karyawan maupun eksekutif. Selain itu, Anda bisa juga menyertakan tokoh ahli yang relevan dengan topik bahasan. 

Kemudian, invest juga untuk buat konten yang memberikan kualitas sekelas jurnalistik, enggak cuma sekadar promosi. Artinya, konten Anda harus rapi, jelas, dan informatif. Dan enggak cuma itu, publikasinya pun harus konsisten dan berkelanjutan supaya audiens merasa bisa terus kembali mengunjungi brand Anda untuk mendapatkan insights selanjutnya. 

Terakhir, kerja sama juga dengan pihak ketiga yang dikenali dan dihargai oleh audiens Anda. 

5. Brevity

Singkat saja, konten Anda harus bisa dikonsumsi sesingkat mungkin. Decision makers bisnis enggak punya banyak waktu luang untuk baca artikel ribuan karakter atau nonton video berdurasi puluhan menit. Jadi buat konten Anda se-concise mungkin dan bisa cepat dicerna. 

6. Attribution

Yang terakhir, arahkan konten Anda kepada sasaran yang tepat. Tujuan konten thought leadership itu bukan untuk dibaca oleh sebanyak mungkin audiens umum, tetapi sebanyak mungkin audiens yang berpengaruh. Jaga ekspektasi karena decision makers membutuhkan konten yang berkualitas tinggi untuk bertindak.

Anda disarankan buat menyejajarkan sales dan marketing buat memperioritaskan KPI. Evaluasi konten Anda berdasarkan behavior, bukan jumlah viewer. Untuk itu, pantau terus tindakan audiens setelah mengkonsumsi konten thought leadership Anda. Gunakan tools seperti LinkedIn Conversion Tracking.

Contoh Konten Thought Leadership

Lalu konten thought leadership kayak gimana sih yang works di LinkedIn? Jawabannya lagi-lagi muncul dari platform media sosial itu sendiri. LinkedIn merangkum tujuh konten yang dianggap powerful dan bisa jadi inspirasi untuk Anda. 

Di antaranya adalah Tech Trend 2020 executive summary dari Deloitte. Terkait dengan aspek Brevity yang kita bahas di atas, perusahaan audit dan konsultasi pajak multinasional ini menggambarkan tren-tren teknologi hanya dalam delapan halaman yang disertai desain menarik. Melihat laporan ini, mungkin decision makers yang enggak punya banyak waktu pun akan lanjut baca terus.

Deloitte

Unggahan thought leadership dari Deloitte

Kemudian ada juga konten dari Philips yang mencoba menggambarkan pendekatan problem-solving perusahaannya dengan menghadirkan karyawan. Wawancara itu disajikan lewat video LinkedIn Live dan memungkinkan audiens buat melihat langsung apa yang ada di balik layar perusahaan. Ini cocok banget dengan aspek keempat di atas, yaitu Trust, di mana perusahaan bisa meningkatkan kepercayaan dengan menghadirkan wajah-wajah karyawannya.

thought leadership phillips

Screen capture konten thought leadership Philips

Lalu yang sesuai dengan aspek White Space, ada AEC yang membuat 12 laporan dan 12 infografis seputar teknologi dalam bahasa Arab dan Inggris. Alasannya, ada banyak hal menarik seputar teknologi di Timur Tengah, tetapi enggak banyak konten yang tersedia dalam bahasa Arab. Karena itu, konten ini memanfaatkan kebutuhan yang belum terjawab itu dan jadi indispensable buat audiens yang menggunakan bahasa tersebut.

saudi arabia

Konten thought leadership dari AEC

Kesimpulan

Seperti yang Anda lihat, konten thought leadership bisa membahas berbagai hal dan disajikan dalam berbagai bentuk. Kembali kami tekankan bahwa yang penting di sini adalah otentisitas dan konten yang mendukung objektif perusahaan Anda dalam membangun relationship dengan audiens. Tujuan itu pun bisa bermacam-macam, mulai dari menunjukkan authority di industri yang ditekuni sampai memposisikan brand sebagai sumber insights yang wajib terus dikunjungi.

Untuk eksekusinya, keenam aspek yang dijelaskan LinkedIn dan Edelman bisa jadi panduan efektif buat Anda memulai atau meningkatkan konten thought leadership bisnis Anda.  Sederhananya, konten disarankan untuk punya niche sendiri, tepat sasaran, efisien dalam penyampaiannya, dan juga relevan.

Nah, bagaimana, sudah terbayang keahlian, pengalaman, atau pandangan apa yang mau Anda sajikan dalam konten thought leadership selanjutnya di LinkedIn? Atau merasa membutuhkan content marketing agency untuk handle semuanya buat Anda? Kita diskusi via WhatsApp saja dulu yuk untuk bahas kebutuhan bisnis Anda. Kami siap membantu!

Related Articles

Case Study

Meningkatkan Performa SEO pada Artikel Momobil

Saat membuat content plan atau perencanaan penulisan artikel, berbagai keyword hasil rekomendasi dari SEO Specialist wajib menjadi panduan dalam membuat judul dan excerpt.

Case Study

Membangun Image Holcim

Saat menangani Holcim, ada tiga pilar konten untuk pembuatan artikel, yakni Dream It (Konsep Bangunan), Built In (Membangun Rumah), dan Live It (Dekorasi Rumah). Target pembacanya adalah pemilik rumah atau pengusaha properti yang akan, sedang, atau telah membangun rumah.

Browse Other Categories

We are your teammates.

We're never just another agency, we're your teammates, providing you with everything needed on the pitch of digital marketing.

Servicesarrow_forward

Hi there!

Ready to cook your digital content with us?

Contact Us Now
Whatsappp Sharing